KAB.BOGOR, BPK RI wilayah Jawa Barat dalam LHP Tahun 2021 menemukan kwitansi penagihan ilegal yang dicetak oleh oknum pengemudi UPT Pengelolaan Sampah Wilayah VII Jasinga. Kwitansi ini dipergunakan sebagai tanda bukti pembayaran yang diberikan kepada Wajib Restribusi (WR). Surat kwitansi tersebut dicetak sendiri oleh oknum pengemudi.
Dalam LHP BPK dijelaskan, oknum pengemudi ini membuat kwitansi ilegal ini atas inisiatif sendiri namun sepengetahuan Kepala UPT. Pasca dilakukan pemeriksaan/audit oleh BPK, Kepala UPT meminta kepada oknum pengemudi untuk membuang kwitansi ilegal yang belum digunakan. Diduga hal ini dilakukan guna menghilangkan barang bukti.
Badan Pemeriksaan Keuangan negara ini juga merincikan, selama 2021 ada sebesar Rp103.880.000, 00 uang yang ditarik menggunakan kwitansi ilegal kepada Wajib Restribusi (WR).
Uang yang ditagih oleh oknum pengemudi disetorkan kepada Kepala UPT. Parah nya lagi, uang tersebut tidak disetorkan oleh Kepala UPT ke rekening bendahara DLH. Dari informasi yang dihimpun Indonesiasatu.co.id, Kepala UPT yang menjabat saat itu sudah purnabakti/pensiun pada awal bulan Oktober 2022 dan digantikan oleh Plt.
Guna pemberitaan berimbang, media online Indonesiasatu.co.id melakukan konfirmasi dan klarifikasi melalui surat resmi yang dilayangkan ke UPT Pengelolaan Sampah Wil.VII Jasinga. Namun sudah terhitung 9 (sembilan) hari kerja, belum ada jawaban resmi dari pihak UPT.
Pakar Hukum Pidana, Yudhi PBS, S.H, yang dimintai tanggapannya terkait pemalsuan surat dokumen atau tanda bukti pembayaran sah oleh oknum UPT mengatakan, hal tersebut jelas masuk dalam pasal KUHP 263, tentang Pemalsuan Dokumen.
Selain itu kata Yudhi, dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juga dijelaskan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000, 00 (satu milyar rupiah)”
“ Dalam KUHP pasal 263 jelas disebutkan, pemalsuan dokumen asli bisa dijerat dengan hukuman 6 Tahun Penjara, meski yang bersangkutan mengembalikan atau sudah menyetor uang retribusi ke kas daerah, namun tidak menghilangkan unsur pidana nya, sebagaimana bunyi Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor, “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, ” terang nya dalam pesan singkat kepada Indonesiasatu.co.id, Rabu (3/11).
Sambung nya, “Meski oknum-oknum yang bersangkutan sudah purnabakti atau pensiun, APH masih bisa melakukan pemeriksaan jika ada laporan resmi yang masuk ke mereka.
Sebelum nya, BPK dalam LHP Kab.Bogor TA. 2021 menemukan adanya uang retribusi sampah yang tidak disetor ke Kas Daerah oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Ada sekitar 4 milyar lebih uang retribusi sampah pada tahun 2021 tersebut tidak disetorkan ke negara.
Hingga berita ini ditayangkan media terus melakukan verifikasi lebih lanjut kepada pihak-pihak terkait.
(LUKY)